Minggu, 28 Februari 2016

Bangsa yang besar adalah Bangsa yang tidak lupa Soto-nya

setelah menyeruput kuah soto terakhirnya, terbesitlah sebuah pemikiran di benak Mpu Tantular.. sebuah pemikiran yang berdampak besar bagi masa depan bangsanya. akhirnya setelah merenung dan bersemedi, tuntaslah pemikiran tersebut dituangkan dalam sebuah buku "Sutasoma". Bokkk.. gara-gara soto bisa jadi inspirasi karya sastra.. maklum, yang makan soto seorang filsuf.. beda kalau yang makan soto adalah fanboy K-pop, atau anggota dewan yang "terhormat".

Ternyata, slogan bhinneka Tunggal Ika terinspirasi dari semangkok soto.. kok bisa? begini ceritanya.
Mpu Tantular berpikir bahwa soto adalah makanan yang paling damai hidupnya.. mereka terbiasa menghadapi perbedaan dan memiliki pengalaman bertoleransi sejak awal mereka tercipta. Pernah dengar berita ada bentrok antara soto madura melawan soto kudus? atau pernah denger ada sengketa antara coto makassar dengan soto betawi? gak pernah kan?

let me proceed...

Menurut saya, masakan soto yang beraneka jenis macam ini adalah pelopor kehidupan Bhinneka Tunggal Ika yang sebenarnya. Contohlah soto madura yang tidak pernah berselisih paham dengan soto lamongan meskipun mereka hidup berdekatan. Ndak pernah ada cerita kalau rombongan suporter kesebelasan soto madura yang konvoi dalam perjalanan menuju final "kejuaraan piala soto" di Senayan lewat Lamongan dicegat dan dikeroyok suporter soto Lamongan yang terkenal fanatik parah. Ndak ada itu ceritanya..

Contohlah Soto Medan yang tidak pernah memboikot pembangunan warung Soto Betawi hanya dengan alasan takut terjadi "betawi-isasi" di lingkungannya. Tukang Soto Betawi atau soto-soto lainnya bebas mau buka warung dimana saja tanpa harus mengikuti aturan SKB 3 menteri. Aman! kebebasan mereka dijamin penuh dengan peri ke-soto-an, ndak perlu pake acara ngumpul-ngumpulin ribuan fotokopi KTP penikmat soto hanya untuk bisa dapat ijin mbuka warung soto. Simpel, yang penting warungnya jaga kebersihan, dibangun di tempat legal dan ndak jual soto "plus-plus". Itu saja.

Kenapa soto bisa banyak jenisnya dan aman damai sejahtera? karena untuk diakui sebagai Soto ndak ada pakem yang berbelit-belit dan harus ikut aliran soto tertentu.. bebas tanpa paksaan.. Hanya ada beberapa syarat simpel agar masakan berkuah bisa diakui sebagai soto, pertama, harus berkuah banyak.. jadi soto ndak boleh pelit kuah, kalau kuahnya masih pelit, mereka dipersilahkan menamakan diri sebagai "oseng-oseng". Syarat kedua, harus pakai daging rebus-tanpa-proses-ribet yang diiris kecil-kecil. Kalau tetep mau pakai daging ukuran besar, artinya belum layak disebut soto.. karena "ilmu berbagi"-nya masih lemah. makanan jenis ini dipersilahkan menyebut diri "Rawon", "Opor", "Kalio" atau "Bakso". Selebihnya, terserah.. mau kuahnya pake santen boleehhh.. mau kuahnya bening juga ndak papa. Mau pake rempah segala macam seperti soto padang atau mau pake kuah sederhana seperti soto polos bikinan ibu-ibu pas tanggal tua, bebas! ketika makanan itu sudah punya dua sense "berbagi" seperti syarat diatas, dia sudah setengah jalan untuk diakui sebagai soto. Meskipun kriterianya mudah, tapi soto punya garis keturunan yang jelas dan tegas.. sembarang masakan ndak bisa serta-merta menyatakan diri sebagai soto. Tom Yam ndak akan pernah bisa mengklaim bahwa dirinya adalah soto, atau Cream Soup tidak akan pernah diakui sebagai percabangan dari soto. Identitas soto itu jelas, ndak bisa sembarangan disusupi oleh masakan abal-abal yang mengaku diri sebagai soto..  apalagi kalau soto mau diaku-aku milik negara tertentu.. ndak bisa. Soto adalah soto, bukan makanan lain dalam bentuk soto, camkan itu anak muda!.

Dalam karakteristiknya masing-masing, para soto ini tidak pernah meributkan soto mana yang paling sah disebut soto asli. Anda tidak akan pernah menemukan berita tentang soto padang yang membentuk "Front Pembela Soto", atau soto ambengan yang membentuk "Koalisi Soto Garis Lurus". Karena soto-soto tersebut secara hakiki paham bahwa bukan tujuan mereka untuk saling berseteru dan saling menjatuhkan.. namun tujuan mereka adalah utamanya untuk memberi kebahagiaan bagi lidah dan perut tukang becak sampai pejabat, semuanya. terserah.. Jadilah seperti soto madura yang tidak pernah mengutuki "kafir" kepada soto lamongan, atau menyatakan bahwa soto ambengan adalah bid'ah atas perbedaan satu dan lain hal antara mereka meskipun mereka sama-sama berasal dari satu mazhab.. soto bening-an. mudeng koe son?!

Contohlah soto betawi atau coto makassar, mereka tampil apa adanya dengan kuah keruh tanpa malu menunjukkan kekeruhannya dan tanpa memaksakan diri agar terlihat bening seperti soto banjar, karena mereka paham, didalam keruhnya kuah itu terdapat kekayaan karakteristik yang berbeda dari soto bening-an, begitu pula dengan soto-soto beningan, mereka juga enggan berusaha memperkeruh dirinya hanya untuk menarik perhatian penggemar soto betawi, soto-soto ini anti kepalsuan, ndak munafik.. dan ndak ada niatan merebut rejeki soto lainnya. mulia sekali para soto ini..

Beda lagi kalau membahas soto gebrak, meskipun sering bikin penggemarnya kaget-kagetan, namun sebenarnya niat soto ini baik.. dia meskipun suaranya kenceng.. tapi tetap membuat kenyang penikmatnya... konon agar penggemar soto gebrak gak gampang kagetan menghadapi kehidupan yang tidak menentu.. ada ada aja iniii.. 

Masing-masing jenis soto baik yang pernah kesebut maupun yang belum kesebut diatas tadi sangat menghargai jati diri mereka masing-masing.. mereka bukan tipe masakan yang latah ikut trend. Mereka sangat tegas dalam menjaga jati diri, contohnya, soto Padang akan tetap disebut Soto Padang meskipun dijual di Ambarawa atau Papua, Soto Kudus akan tetap Kudus namanya meskipun bumbunya dimodifikasi mengikuti selera pembeli, pernah makan soto kudus pake wasabi? suatu saat akan ada modifikasi ini. Begitu pula dengan Soto Kwali yang masih kekeuh minta disebut sebagai "Soto Kwali" meskipun sebagian proses masaknya sudah pakai panci alumunium.

Kita bisa meniru sifat Soto yang rendah hati, ndak punya syarat dan ketentuan tertentu.. itulah yang menyebabkan soto bisa memiliki banyak penggemar. Gimana ndak rendah hati, lha wong soto bisa ditemui mulai dari emperan sampai hotel berbintang..  ndak neko-neko, dari dulu ya gitu-gitu saja penampilannya, daging, pake pelengkap kemudian diguyur kuah. Udah, gitu aja.. Soto juga ndak pernah minta ditemani anggur merah atau anggur putih, Ndak pake minum juga ndak masalah, kan kuahnya juga bisa difungsikan sebagai "minuman". Saking rendah hatinya si soto ini, dia ndak pernah ngalem harus disajikan di acara tertentu... mau disajikan buat sarapan.. bisa.. makan malam bisaa.. makan siang panas-panas juga boleh. tuh kan multi-multi deh. Soto tidak pernah memaksa penggemarnya untuk menikmati soto dengan cara tertentu.. Ini makan soto bung, bukan jamuan teh Kerajaan Inggris! jadi terserah sampeyan mau makan soto pake kecrotan jeruk nipis seberapa banyak, atau mau pake kecap berapa botol atau mau pakai sambel berapa sendok.. kembali ke selera masing-masing. sakkarep-karepmu.. sing penting mbayar

Beginilah sabar, sederhana dan rendah hatinya soto.. kita tinggal menunggu Peristiwa Kebangkitan Soto dan Kongres Soto Nasional sampai nantinya akan ada "Sumpah Soto" yang jadi tonggak berdirinya Negara Kesatuan Soto yang berslogan "Bhinneka Tunggal Soto"

2 komentar:

Unknown mengatakan...

Indomie rasa soto gak disinggung..kecewa ambo luk..:(

Midori daily mengatakan...

Keren bang tulisannya. Anda memang Soto lover. Walopun saya jg tau arah tulisannya kemana. Hahaha.. nulis lg bang, saya suka bahasanya, sangat menghibur :)

Opo Moral iku Mural?

Beberapa mural yang muncul bernada kritik kepada pemerintah dihapus sepihak oleh aparat. Pertama, mural adalah bentuk ekspresi, biasanya di ...