Sejatinya, sebuah pertanyaan muncul atas sebuah kondisi yang benar-benar nyata adanya. Itulah mengapa pertanyaan mengenai perasaan tidak pernah muncul dalam soal ujian nasional sejak jaman kuda gigit besi sampai sekarang. Menjawab pertanyaan yang tidak didasari logika adalah sesuatu yang sulit, karena selalu ada persepsi dan konsekuensi dibalik sebuah jawaban. Ketika konsekuensi tidak didasarkan pada logika, usaha untuk menjawab pertanyaan itu hanya akan nampak seolah upaya untuk mencari aman atau justru upaya bunuh diri.
Ketika sebuah pertanyaan dilontarkan tanpa dasar rasio dan logika, gw lebih memilih untuk menjawabnya. meskipun diberikan waktu seminggu, dua minggu, dua bulan, dua tahun, gw tidak akan pernah bisa menjawab pertanyaan seperti itu. Bukan karena gw tidak mau memikirkan jawabannya tetapi gw tidak mau membohongi siapapun dengan jawaban yang mungkin akan gw keluarkan. Lebih sialnya, ketika gw menyatakan tidak ingin menjawab pertanyaan seperti itu, saat itu juga gw dituduh tidak memiliki keseriusan untuk memberikan jawaban, Jahat? gw tidak bisa menjawab, kemudian gw dihakimi atas ketidakmampuan gw. Soal-soal UN mungkin tidak sejahat ini.
Gw tidak berhak merasa dipojokkan karena bagaimanapun pertanyaan-pertanyaan itu muncul juga karena sikap yang gw tunjukkan sebelumnya. Ok, mungkin gw salah sehingga mengakibatkan pertanyaan tersebut muncul, tetapi, hal ini juga tidak dapat membenarkan si penanya untuk mencecar seolah-olah bahwa hanya gw yang harus menjawab pertanyaan ini. Bisa saja gw menanyakan balik hal yang sama, tapi mengingat bahwa hal ini akan memperburuk keadaan, gw lebih memilih untuk diam.
Apapun jawaban yang gw berikan, semuanya bukanlah jawaban yang benar. Ketika gw menjawab "IYA", suatu saat gw harus mempertanggungjawabkan kata itu di suatu saat nanti, yang secara tidak langsung gw telah memberikan harapan kosong yang belum tentu bisa gw penuhi, sekali lagi karena gw bukanlah TUHAN yang bisa mengatur semua hal sesuai dengan keinginan gw. Jika gw menjawab "TIDAK" pun pertanyaan itu tidak akan berhenti disitu. Cacian mungkin akan masuk ke telinga gw seiring dengan kekecewaan yang muncul. Padahal untuk menjawab "tidak" pun bukanlah keinginan gw sebenarnya. Serba salah? IYA. Diam? butuh kedewasaan untuk memahami pernyataan diam dalam menghadapi pertanyaan ini. Kedewasaan yang membutuhkan logika tepatnya. Logika, yang tampak tiba-tiba menghilang ketika emosi dan kalutnya perasaan menguasai pikiran.
Boleh ya gw minta sedikit kedewasaan dan kesabaran disini? Gw tidak akan menjawab dengan kata-kata, silahkan anda simpulkan sendiri.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Opo Moral iku Mural?
Beberapa mural yang muncul bernada kritik kepada pemerintah dihapus sepihak oleh aparat. Pertama, mural adalah bentuk ekspresi, biasanya di ...
blogroll
-
minum orange juice sambil ngaca.. kok rasanya jadi kaya yakult yak! asem! oh mungkin gara2 minumnya sambil ngaca.. (Tue, 23 Nov 2010 01:09:2...
-
Kalau ada award sekretariat kampus terusil sejagat raya, mungkin sekretariat kampus gw adalah salah satu nominatornya. Hal ini terbukti saa...
-
tata tertib pemilu 1. Anda tidak perlu membawa alat pelubang kertas suara dari rumah. Tidak perlu membawa paku atau linggis sendiri dari r...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar