Minggu, 23 Desember 2012

Melihat keakraban antara peradaban dengan mall

Beberapa kali punya kesempatan jalan-jalan kere hore melihat beberapa daerah hanya membuat gw berpikir bahwa tren yg ada adalah setiap daerah mulai mengalami konvergensi. Local interest yg jadi ciri khas tiap daerah mungkin semakin menghilang menuju satu tren besar: kawasan METROPOLITAN! Tiba-tiba semua hal jadi berbau urban. Ya mungkin masih ada beberapa daerah yang mempertahankan ciri khasnya, tapi apakah akan bertahan dalam waktu yang cukup lama? Semoga saja iya.
Contohnya nih, lebih banyak mall dibangun (gak hanya di kawasan kota, bahkan di daerah rural pun sekarang memiliki kecenderungan memaksakan diri utk membangun mall). Apa kabar kawasan hijau, museum, pusat budaya? Ah mungkin itu adalah prioritas nomor ke-sekian dari para pemangku kekuasaan dan pemilik modal.

Nggak, nggak, gw nggak akan memberikan kuliah ttg tata ruang, pembangunan, atau demografi wilayah.. Tapi poin utama disini adalah.. Pada nyadar gak sih kalo mall-mall yg ada sekarang stereotipnya sangat membosankan. Semuanya sama. Bangunan beberapa lantai dgn lantai marmer sintetis dan eskalator serta mbak-mbak spg dengan make up kontras. Pada bosen gak sih? Ok, sebagai pembanding nih ya, coba diliat mall dari ujung selatan jakarta sampe ujung utara di priok sana.. Lalu mall di daerah cirebon, surabaya, palembang, malang, medan, bandung, bogor, jogja, solo, denpasar dll dsb, mall rata-rata kebanyakan punya konten yang sama (selain struktur model atrium bolong ditengah yg jadi trademarknya). Ok, rata-rata mall umumnya punya tenant department store khusus fashion, lalu tenant supermarket, trus ada kios apotek franchise, trus ada branded store khusus alat2 olahraga, ada coffee shop tempat orang ngupi2 ganteng, karaoke, toko buku dengan jaringan nasional, restoran junk food, toko pernak pernik gaul (yg menurut gw kata gaul lebih tepat diganti kata alay), counter gadget. Ada lagi? Bentar.. Gw mikir dulu.. Oh iya BIOSKOP! Semua hal itu pasti ada di kebanyakan mall di indonesia. hampir lupa, toko dvd juga! entah itu original ato yang KW..

Bertaburannya mall adalah sebuah konvergensi yang tidak sehat, namun ketika konsep mall mengalami konvergensi artinya ini sudah mencapai taraf tidak sehat kuadrat! Di satu sisi, menjamurnya mall menunjukkan bahwa masyarakat tidak memiliki alternatif hiburan yang bervariasi. Entah siapa yang harus disalahkan, tapi dari kondisi ini mall memberikan solusi yang delusional seolah-olah mall mampu memberikan one stop entertainment. Orang butuh hiburan, sarana rekreasi terbatas, mall muncul, orang punya hiburan di mall, orang ketergantungan thd mall, mall berkembangbiak, orang lupa bahwa ada hiburan diluar bangunan beton dengan mesin pendingin dan tangga berjalan. Mall dan semua dilemanya menunjukkan bahwa tanpa sadar, pola hidup manusia juga mengarah pada keseragaman yang terlalu mainstream. Gw nanya, berapa banyak sih keluarga yang saat ini masih menyempatkan menghabiskan waktu mengunjungi perpustakaan? museum? Pantai? Taman?atau bahkan camping di hutan?

Mungkin suatu saat nanti ketika peradaban kita punah, manusia di peradaban selanjutnya akan menginterpretasikan mall sebagai tempat ibadah atau mungkin pusat kerajaan. Para arkeolog di masa depan akan menggali tanah dan menemukan artefak atau lukisan dinding yang menggambarkan mall sebagai tempat aktivitas utama manusia pada peradaban ini. Dan mungkin mereka akan menemukan sebuah lembaran artefak dengan tulisan dan gambar tertentu kemudian mereka menganggap itu sebagai karya sastra atau kitab pujangga kuno.. Padahal orang di jaman ini menyebutnya sebagai "brosur hipermarket" Bisa jadi.. :)
Atau// mungkin tanpa kita ketahui, jangan-jangan budaya mall sudah ada di Indoensia sejak jaman kerajaan dulu.. Bisa jadi, dulunya borobudur bukan bangunan tempat ibadah tapi mall tiga tingkat #mulaingawur

Gw nggak mengajak untuk meninggalkan mall.. Karena benci atau tidak, mall punya andil besar terhadap perekonomian kita, tapi ayo sekali-sekali kita semua bermain di luar menikmati matahari, berdansa dibawah sinar rembulan atau hanya sekedar menikmati hujan di sore hari (tidak termasuk petir dan banjir setelahnya ya).
Powered by Telkomsel BlackBerry®

Tidak ada komentar:

Khong Guan: Biskuit Lebaran Tanpa Menunggu Lebaran

Hari jumat kemarin saya mencoba ikut acara komunitas baru. Bukannnn, bukan komunitas rahasia yang membahas teori konspirasi bahwa bumi berbe...