Jumat kemaren (7 September 2012) untuk kesekian kalinya gw melakukan perjalanan dengan menggunakan moda transportasi kereta api. Gw berangkat dengan kereta Fajar Utama dari stasiun pasar senen menuju jogjakarta. Sama seperti perjalanan menuju kondangan sebelum-sebelumnya, gw duduk dikereta, kondektur memeriksa karcis dan selebihnya gw menghibur diri selama perjalanan 10 jam (baca: dengerin mp3, internetan, gelantungan di pintu gerbong ataupun tidur mangap-mangap).
Tapi kebosanan dan keadaan gerbong yang cukup "hangat" (baca: menghindari kata "panas" atau "menyengat") mengajak otak gw untuk berpikir hal yang remeh. Kali ini gw berpikir tentang "Kondektur". Pertanyaan utama yang muncul adalah, sebenarnya apa kata dasar dari "kondektur"?! Penasaran ini membawa gw untuk membuka web KBBI hanya untuk mengetahui bahwa kondektur adalah kata serapan ngaco dari kata "Conductor" dari bahasa inggris. Web KBBI hanya menjelaskan kondektur sebagai "kondektur /kon·dek·tur/ /kondéktur/ n orang yg memeriksa karcis atau menarik ongkos dsb (di kereta api, bus)" tanpa menjelaskan asal kata dasarnya. Kata kondektur jika dikembalikan kedalam format asalnya dalam bahasa inggris lalu diekstrak kata dasarnya akan jelas bahwa kata ini berasal dari kata "to Conduct" yang diberi imbuhan menjadi conductor. Harusnya Conductor diserap secara langsung kedalam bahasa indonesia menjadi konduktor, namun sejarahnya kata conductor terlebih dahulu diserap oleh bahasa belanda menjadi conducteur yang kemudian serapan ini diserap lagi menjadi kondektur dalam bahasa indonesia.
Mari kita renungkan baik-baik.. dalam serapannya, kondektur jika kita penggal secara ngasal, maka kata itu akan menjadi Kondek-Tur.. Dengan penggalan brutal dan tidak bertanggungjawab ini, profesi kondektur memiliki makna "orang yang kewajiban utamanya adalah NGONDEK!" dan pekerjaan ini tiba-tiba menjadi profesi yang menrurut gw sangat horor. Bayangkan, mas-mas berseragam di kereta api memeriksa tiket kita dengan gaya pria KW "Yuk ciin mana tiketnyaa.. " atau "Sist, boleh dong tiketnya eyke bolongin?".. Dengan SOP seperti ini, termasuk adanya kewajiban menggosipkan rumor termutakhir selebritis serta memberikan komentar ga penting terhadap penampilan penumpangnya seperti "ih jeung, ituu ya tahi lalatnya kaya choco chip.. bikin gemes deh.. sinih dibolongin dulu.. tiketnya, bukan tahi lalatnya kok jeung". Kondek-tur akan menjadi profesi yang sangat melelahkan karena minimal diperlukan waktu 15 menit untuk memeriksa karcis penumpang (termasuk aktivitas relationship maintenance terhadap penumpang seperti menggosipkan artis, mengomentari penampilan penumpang, ketawa ketiwi basi, dll dsb) sedangkan ada ratusan penumpang dalam kereta api pada setiap perjalanannya siap menunggu untuk dibolongin (tiketnya!). Nah, hitung sendiri deh kira-kira butuh berapa kali lebaran untuk memeriksa seluruh tiket penumpang.
Si kondek-tur, karena kewajibannya adalah untuk memberikan Kondek-an termautnya, maka bisa jadi mereka seharusnya mendapatkan tunjangan khusus terkait profesinya. Tunjangan paling urgent bagi kondek-tur antara lain berupa "fasilitas pijat refleksi jari kelingking" mengingat bahwa sepanjang perjalanan kereta api atau bus para kondek-tur ini harus senantiasa ngondek secara optimal dengan mengetrilkan jari kelingkingnya :D, Sumpah, dijamin tuh urat-urat di jari kelingking akan jadi keriting kalo dipake ngetril rutin berjam-jam setiap hari. Oh iya, satu lagi, kondek-tur harusnya juga mendapatkan fasilitas lipbalm yang memadai karena dipastikan bibir mereka akan gersang kering kerontang dipake monyong-monyong sepanjang perjalanan.
Pesan yang ingin gw tulis disini adalah mari kita serap dengan baik bahasa asing dan melakukan penyesuaian secara benar agar tidak terjadi ambigu yang menyesatkan. Salut kepada para kondektur yang tetap bertugas dengan penuh wibawa tanpa harus ngondek hanya karena predikat penyebutan profesinya yang diserap secara ngasal oleh bahasa kita :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar